Halaman

Rabu, 20 Februari 2008

Perampokan Di Dalam Taxi Bandung

Bandung (ANTARA News) - Setelah lama tidak terdengar, kasus perampokan terhadap penumpang taxi kembali terjadi dan kali ini menimpa seorang pengusaha di Bandung pada Minggu malam.

Irnadi Rusmana (32) warga Jalan Karang Layung Nomor 20, Kelurahan Cipedes, Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung, harus merelakan hartanya yang bernilai sekitar Rp30 juta ketika dua orang berambut cepak merampoknya di dalam warna biru berinisial "GR" yang ditumpanginya.

Dalam laporannya kepada petugas Polresta Bandung Barat, Senin siang, dalam peristiwa itu Irnadi kehilangan satu unit laptop Acer, dua handphone Nokia, satu jam tangan merek Fosil dan uang tunai Rp400 ribu.

Dalam keterangannya kepada polisi, korban menuturkan, peristiwa itu berawal ketika dirinya pada Minggu (17/2) malam pukul 22.00 WIB hendak pulang menuju kawasan Jalan Karang Layung.

"Saat menunggu taksi di Jalan Merdeka Bandung, muncul taksi GR," katanya.

Tanpa curiga, dirinya masuk dan meminta supir taxi mengatarnya menuju Jalan Karang Layung, sembari berpesan agar mengambil rute yang agak ramai. "Tidak berapa lama taxi malah masuk kawasan Jalan Eyckman yang agak gelap dan sepi," ujarnya.

Ia mengaku saat itu sempat heran dan bertanya-tanya, apalagi tiba-tiba supir taksi menghentikan kendaraannya. "Belum sempat bertanya alasan supir berhenti, tidak lama kemudian muncul dua pemuda yang masuk dari pintu kanan dan kiri," katanya.

Dua pemuda berambut cepak itu, kata dia, langsung mengapit dirinya dan menodongkan senjata tajam jenis belati seraya merampas barang bawaan yang terdiri dari laptop, dua HP, jam tangan dan uang dalam dompet.

"Usai menjarah barang berharga, saya diminta menundukkan kepala dan diancam akan ditusuk bila berteriak, sementara taksi langsung tancap gas ke arah kegelapan malam," katanya.

Korban menuturkan, setengah jam kemudian taksi berhenti di kawasan yang sepi dan dirinya dilempar ke pinggir jalan sambil tetap diancam para pelaku. "Saya waktu itu tidak tahu berada di kawasan mana, namun setelah mencari rumah warga, ternyata saya dibuang di kawasan Cihideung Lembang, sekitar 10 kilometer dari TKP," katanya.

Menurut dia, saat itu juga dirinya langsung pulang menggunakan angkutan kota dan pada Senin siang baru melaporkan kejadian tersebut ke Polresta Bandung Barat, karena TKP-nya ada di wilayah hukum Polresta Bandung Barat.

Kapolresta Bandung Barat AKBP Teddy Setiadi yang dikomfirmasi wartawan membebarkan peristiwa perampokan penumpang taksi di wilayah hukumnya itu. "Kami masih melakukan pengejaran terhadap dua pelaku yang diduga bersekongkol dengan sopir taksi tersebut," katanya.(*)


Berdasarkan kesimpulan berita di atas, tidak ditemukannya identitas sopir dan Nomor Armadanya berapa, sehingga terjadi kejanggalan pelaporan.

Setelah dikonfirmasi pun ke pihak korban maka:
1. Korban tidak mengetahui identitas sopir dan nomor armadanya.
2. Pada saat dibawa ke TKP Cihideung korban tidak mengetahui jelas dimana dia dibuang
3. Warga sekitar tidak mengetahui terjadinya perampokan dan pembuangan korban
4. Pada saat diketemukan dengan sopir-sopir Taxi tersebut korban tidak mengetahuinya.

Oleh karena itu pemberitannya masih simpang siur. Dan pada akhirnya industri angkutan TAxi di kota BAndung akan mendapat efek yang tidak bagus dengan adanya pemberitaan ini.

Apalagi terhadap inisial Taxi "GR" yang menjadi rate No.1 di kota Bandung atas pelayanan dan armadanya yang cukup bagus.

Mohon pembaca semua dapat menyikapinya.............................dengan arif dan bijaksana.........

Senin, 18 Februari 2008

Celaka Karena Dua Lubang

"Rasulullah ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga, lalu beliau menjawab, 'Taqwa kepada Allah dan akhlaq yang baik.' Beliau juga ditanya tentang perkara yang paling banyak mengantarkan orang masuk ke neraka, beliau menjawab, 'Mulut dan kemaluan.'" (HR Tirmidzi)

Tugas utama semua rasul adalah menjelaskan berbagai persoalan agama kepada ummatnya, baik yang berkaitan dengan aqidah, syariah, maupun akhlaq. Oleh karenanya, setiap rasul adalah guru.

Sebagai guru, Muhammad adalah yang terbaik. Dalam mengajarkan agama, beliau tidak membatasi waktu dan tempat. Artinya, di mana saja dan kapan saja beliau meladeni setiap orang yang mau berguru kepadanya. Tidak terpaku hanya di kelas atau di masjid. Mengajar bisa secara formal, non-formal dan informal. Semua itu tergantung di mana beliau mengajar, dan siapa yang diajari.

Dalam mengajarkan al-Islam, beliau tidak menggunakan sistem monologis. Dalam sejarah, hanya sesekali saja Rasulullah berceramah panjang lebar. Yang sering adalah berdialog. Sebelum menjelaskan suatu permasalahan, tidak jarang beliau menanyai para sahabat terlebih dahulu. Jika jawaban mereka kurang tepat, beliau membetulkannya. Jika jawaban mereka sudah tepat, beliau menyetujuinya. Kadang hanya dengan ucapan "Ya", kadang memperdalam lagi.

Para sahabat sangat bebas bertanya apa saja, utamanya yang berkait langsung dengan kepentingannya. Salah satu kepentingan manusia adalah hidup selamat di dunia dan di akhirat. Pertanyaan seputar itulah yang paling banyak ditanyakan para sahabat, termasuk hadits yang dibahas pada tulisan ini.

Ketika Rasulullah ditanya tentang perkara yang banyak menjadikan seseorang masuk surga, Rasulullah menjawab singkat: Taqwallah dan husnul khuluq. Jawaban ini singkat, tapi makna kandungannya tidak terbatas. Bisa dibahas berhari-hari, bisa menghasilkan berjilid-jilid buku. Jawaban Nabi selalu singkat dan mengena.

Ketika Rasulullah ditanya mengenai perkara yang lebih banyak menjerumuskan manusia ke jurang neraka, lagi-lagi beliau menjawabnya dengan sigkat pula. "Mulut dan kemaluan." Inilah dua lubang yang sering mengantarkan manusia ke dalam bahaya. Baik semasa hidupnya di dunia maupun di akhiratnya.

Banyak jalan menuju taqwa

Asal arti taqwa adalah hati-hati. Seperti orang yang berjalan di semak belukar, tentu ia selalu waspada dan hati-hati agar tidak terpeleset atau terkena duri, atau bahkan terbelokkan sehingga keluar dari jalur yang semestinya dilewati. Orang yang selalu waspada dan hati-hati dalam hidupnya niscaya akan selamat. Demikian juga orang yang bertaqwa. Bahkan mereka tidak hanya selamat ketika di dunia, akan tetapi juga akan selamat sejahtera sampai di surga.

Jika sikap hati-hati dihiasi dengan sikap-sikap positif lainnya, misalnya jujur, ikhlas, sabar, lapang dada, selalu optimis, husnuzh-zhan, dan sikap-sikap terpuji lainnya, maka hasilnya tentu menjadi lebih baik lagi. Muslim yang demikian tidak hanya meraih sukses ke surga tapi mendapatkan surga yang paling utama, kelas VIP bersama para nabi dan kekasih Allah yang lain.

Jika jalan ke surga telah ditunjukkan Rasulullah, yaitu taqwa dan akhlaq mulia, maka jalan menuju neraka juga dijelaskannya. Ada dua jalan yang paling gampang untuk menjerumuskan manusia ke neraka, yaitu dua lubang, lubang mulut dan lubang kemaluan.

Lubang mulut berarti jalan masuknya makanan. Tidak sedikit orang yang tidak mampu menahan mulutnya dari makanan yang haram. Baik yang haram karena dzatnya, maupun yang haram karena proses mendapatkannya. Kebanyakan manusia tidak tahan lapar, sebaliknya sangat rakus terhadap makanan. Agar tidak lapar dan nafsu perutnya terpenuhi, manusia tak segan-segan berbuat nekat, seperti mencuri, merampok, korupsi, dan sebagainya.

Mulut, selain berfungsi sebagai jalan masuknya makanan, juga alat untuk berbicara. Dalam hal ini terlalu banyak manusia yang mudah berkata-kata kotor. Mulai dari berkata kurang sopan, berdusta, sampai dengan memfitnah. Ada pepatah mengatakan: "Sedikit orang yang celaka karena kakinya, sebaliknya banyak orang yang jatuh tersungkur karena lidahnya." Lidah memang tak bertulang!

Berkait dengan masalah lubang mulut ini, Rasulullah pernah bersabda:

"Barangsiapa yang dipelihara Allah dari kejelekan apa yang berada di antara kumis dan jenggotnya (mulut), dan kejelekan apa yang berada di antara kedua pahanya (kemaluan), niscaya ia akan masuk surga." (HR Tirmidzi)

Lubang kedua yang mengancam keselamatan manusia adalah lubang yang berada di antara dua paha. Orang yang bisa menjaga kemaluannya dari perbuatan maksiat, maka surga jaminannya. Adapun mereka yang tidak mampu menahan dirinya dari nafsu seksualnya, maka neraka adalah sebaik-baik tempat baginya. Na'udzu billah.

Adab Makan

"Apabila Rasulullah selesai makan, beliau menjilat ketiga jari tangannya. Dan beliau bersabda, 'Apabila ada sesuap dari makanan kalian terjatuh, hendaklah ia mengambilnya dan menghilangkan kotoran yang melekat padanya, lalu memakannya dan tidak membiarkannya untuk syetan.' Kami juga diperintahkan untuk mengusapi piring (yang kami gunakan untuk makan). Sabda beliau, 'Kalian tidak tahu, di bagian mana dari makanan kalian tersembunyi berkahnya.'"

Banyak kesalahan yang dilakukan kaum muslimin dalam memahami hadits-hadits Rasulullah. Mereka tidak bisa membedakan, mana yang menjadi sasaran atau tujuan dan mana yang menjadi sarana atau alat. Sasaran atau tujuan tentu tidak pernah berubah, tapi sarana bisa berganti-ganti sesuai dengan situasi dan kondisi.

Dalam memaknai hadits di atas, bagi mereka yang hanya memahaminya secara tekstual hanya akan memperoleh pengertian bahwa Rasulullah selalu makan dengan menggunakan tiga jari, kemudian setelah selesai beliau menjilatnya hingga bersih. Mereka bersikeras menyatakan bahwa itulah cara makan yang sesuai dengan sunnah Nabi.

Karena pemahaman seperti ini, bisa jadi orang tersebut menjadi sangat membenci mereka yang makan dengan menggunakan sendok, sebab tidak sesuai sunnah. Sementara orang yang menyelisihi sunnah Nabi sama dengan menyerupai orang kafir.

Berbeda halnya dengan mereka yang memahami hadits ini tidak hanya melalui teks atau lafadznya belaka. Mereka bisa memperoleh makna yang jauh lebih banyak dan mendalam. Bagi mereka persoalan makan dengan menggunakan jari tangan atau sendok itu sekadar soal alat. Karena alat, maka setiap saat bisa berubah sesuai dengan tempat, waktu, dan kemajuan teknologinya.

Yang dapat ditangkap dari hadits ini bahwa Rasulullah itu adalah sosok pemimpin yang sangat bersahaja. Beliau makan sebagaimana halnya orang-orang kebanyakan. Beliau tidak bersikap elitis, tidak juga bergaya ningrat.

Dalam soal makan, beliau tidak malu menggunakan jari-jari tangannya. Beliau juga tidak enggan menghabiskan makanan yang ada di piring sampai bersih, tanpa sisa. Bahkan jika ada makanan yang terjatuh, tak segan-segan beliau memungutnya. Setelah dibersihkan, dengan senang hati dimakannya.

Perilaku makan seperti ini hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki sifat rendah hati. Adapun bagi mereka yang tinggi hati, memungut makanan yang tercecer merupakan perbuatan hina, merendahkan martabatnya, dan yang jelas akan mengurangi gengsinya.

Perilaku makan yang terakhir inilah yang paling banyak dipertontonkan orang ketika dalam berbagai acara pesta, baik pesta pernikahan maupun pesta lainnya. Mereka merasa gengsi jika harus menghabiskan seluruh makanan yang ada di piringnya. Ada gengsi tersendiri jika makan tidak habis.

Melalui hadits ini Rasulullah mendidik kita untuk bersikap sederhana dan hemat. Ini pelajaran kejiwaan sekaligus ekonomis. Andaikata sisa makanan yang terbuang di tempat-tempat sampah itu dihimpun, berapa penghematan konsumsi yang bisa dihitung? Nilai ekonomisnya tentu besar sekali.

Perilaku Rasulullah dalam hal makan ini tentu saja didasari oleh rasa syukurnya atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepadanya. Karenanya beliau sangat berhati-hati, jangan sampai ada sedikitpun karunia yang sia-sia tanpa faedah. Perbuatan menyia-nyiakan makanan itu sama dengan laku syetan.

Kesimpulannya, kita boleh saja makan dengan menggunakan sendok, garpu, piring dan alat-alat makan yang paling modern sekalipun, asal kita tetap bersikap sederhana dan rendah hati. Syukuri nikmat Allah, sekecil apapun. Jangan sampai ada yang hilang percuma tanpa faedah, sebab bisa jadi di situlah terletak berkahnya.

Sebaliknya, jangan sampai kita terjebak pada pola-pola berfikir sempit, yang mengharuskan kita untuk menggunakan alat-alat yang sama sebagaimana yang dipakai Rasulullah, sementara pada saat yang sama kita justru terjauh dari sifat tawadhu' dan sikap bersahaja. Padahal itulah yang menjadi sasaran utamanya.

PRIORITAS AMALAN HATI ATAS AMALAN ANGGOTA BADAN


DI ANTARA amalan yang sangat dianjurkan menurut pertimbangan
agama ialah amalan batiniah yang dilakukan oleh hati manusia.
Ia lebih diutamakan daripada amalan lahiriah yang dilakukan
oleh anggota badan, dengan beberapa alasan.

Pertama, karena sesungguhnya amalan yang lahiriah itu tidak
akan diterima oleh Allah SWT selama tidak disertai dengan
amalan batin yang merupakan dasar bagi diterimanya amalan
lahiriah itu, yaitu niat; sebagaimana disabdakan oleh Nabi
saw:

"Sesungguhnya amal perbuatan itu harus disertai dengan
niat." 32

Arti niat ini ialah niat yang terlepas dari cinta diri dan
dunia. Niat yang murni untuk Allah SWT. Dia tidak akan
menerima amalan seseorang kecuali amalan itu murni untuk-Nya;
sebagaimana difirmankan-Nya:

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus..." (al-Bayyinah: 5)

Rasulullah saw bersabda,

"Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali yang
murni, yang dilakukan hanya untuk-Nya."33

Dalam sebuah hadits qudsi diriwayatkan, Allah SWT berfirman,

"Aku adalah sekutu yang paling tidak memerlukan
persekutuan. Barangsiapa melakukan suatu amalan kemudian
dia mempersekutukan diri-Ku dengan yang lain, maka Aku
akan meninggalkannya dan meninggalkan sekutunya." Dalam
riwayat yang lain disebutkan: "Maka dia akan menjadi
milik sekutunya dan Aku berlepas diri darinya." 34

Kedua, karena hati merupakan hakikat manusia, sekaligus
menjadi poros kebaikan dan kerusakannya. Dalam Shahih Bukhari
dan Muslim disebutkan bahwasanya Nabi saw bersabda,

"Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada
segumpal darah, apabila dia baik maka baiklah seluruh
tubuhnya, dan apabila dia rusak, maka rusaklah seluruh
tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal darah itu ialah
hati."35

Nabi saw. menjelaskan bahwasanya hati merupakan titik pusat
pandangan Allah, dan perbuatan yang dilakukan oleh hatilah
yang diakui (dihargai/dinilai) oleh-Nya. Karenanya, Allah
hanya melihat hati seseorang, bila bersih niatnya, maka Allah
akan menerima amalnya: dan bila kotor hatinya (niatnya tidak
benar), maka otomatis amalnya akan ditolak Allah, sebagaimana
disabdakan oleh baginda,

"Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat kepada tubuh dan
bentuk kamu, tetapi Dia melihat kepada hati-hati kamu."
36

Yang dimaksudkan di sini ialah diterima dan diperhatikannya
amalan tersebut.

Al-Qur'an menjelaskan bahwasanya keselamatan di akhirat kelak,
dan perolehan surga di sana, hanya dapat dicapai oleh orang
yang hatinya bersih dari kemusyrikan, kemunafikan dan
penyakit-penyakit hati yang menghancurkan. Yaitu orang yang
hanya menggantungkan diri kepada Allah SWT, sebagaimana yang
Dia firmankan melalui lidah nabi-Nya, Ibrahim al-Khalil a.s.

"Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka
dibangkitkan. (Yaitu) di hari harta dan anak-anak tidak
berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan
hati yang bersih." (as-Syu'ara': 87-89)

"Dan didekatlah surga itu kepada orang-orang yang
bertaqwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka).
Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap
hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara
(semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut
kepada tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan
(olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertobat."
(Qaf: 31-33)

Keselamatan dari kehinaan pada hari kiamat kelak hanya
diberikan kepada orang yang datang kepada Allah SWT dengan
hati yang bersih. Dan surga hanya diberikan kepada orang yang
datang kepada Tuhannya dengan hati yang pasrah.

Taqwa kepada Allah --yang merupakan wasiat bagi orang-orang
terdahulu dan yang terkemudian, merupakan dasar perbuatan yang
utama, kebajikan, kebaikan di dunia dan akhirat-- pada hakikat
dan intinya merupakan persoalan hati. Oleh karena itu Nabi saw
bersabda, "Taqwa itu ada di sini," sambil menunjuk ke dadanya
sebanyak tiga kali. Beliau mengatakannya sebanyak tiga kali
sambil memberikan isyarat dengan tangannya ke dadanya agar
dapat dipahami oleh akal dan jiwa manusia.

Sehubungan dengan hal ini, al-Qur'an memberi isyarat bahwa
ketaqwaan itu dilakukan oleh hati manusia:

"Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa
mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu
timbul dari ketaqwaan hati." (al-Hajj: 32)

Semua tingkah laku dan perbuatan yang mulia, serta tingkatan
amalan rabbaniyah yang menjadi perhatian para ahli suluk dan
tasawuf, serta para penganjur pendidikan ruhaniah, merupakan
perkara-perkara yang berkaitan dengan hati; seperti menjauhi
dunia, memberi perhatian yang lebih kepada akhirat, keikhlasan
kepada Allah, kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, tawakkal
kepada Allah, mengharapkan rahmat-Nya, takut kepada
siksaan-Nya, mensyukuri nikmatNya, bersabar atas bencana,
ridha terhadap ketentuan-Nya, selalu mengingat-Nya, mengawasi
diri sendiri... dan lain-lain. Perkara-perkara ini merupakan
inti dan ruh agama, sehingga barangsiapa yang tidak memiliki
perhatian sama sekali terhadapnya maka dia akan merugi
sendiri, dan juga rugi dari segi agamanya.

Siapa yang mensia-siakan umurnya, maka dia tidak akan
mendapatkan apa-apa

Anas meriwayatkan dari Nabi saw,

"Tiga hal yang bila siapapun berada di dalamnya, maka dia
dapat menemukan manisnya rasa iman. Hendaknya Allah dan
Rasul-Nya lebih ia cintai daripada yang lain; hendaknya
ia mencintai seseorang yang ia tidak mencintainya kecuali
karena Allah; dan hendaknya ia benci untuk kembali kepada
kekafiran sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke
dalam api neraka." 37

"Tidak beriman salah seorang di antara kamu sehingga aku
lebih dicintainya daripada orangtua dan anaknya, serta
manusia seluruhnya." 38

Diriwayatkan dari Anas bahwa ada seorang lelaki yang bertanya
kepada Nabi saw, "Kapankah kiamat terjadi wahai Rasulullah?"
Beliau balik bertanya: "Apakah yang telah engkau persiapkan?"
Dia menjawab, "Aku tidak mempersiapkan banyak shalat dan
puasa, serta shadaqah, tetapi aku mencintai Allah dan
Rasul-Nya." Rasulullah saw kemudian bersabda, "Engkau akan
bersama orang yang engkau cintai."39

Hadits ini dikuatkan oleh hadits Abu Musa bahwa ada seseorang
berkata kepada Nabi saw, "Ada seseorang yang mencintai kaum
Muslimin, tetapi dia tidak termasuk mereka." Nabi saw
menjawab, "Seseorang akan bersama dengan orang yang dia
cintai."40

Hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa cinta kepada Allah
SWT dan Rasulullah, serta cinta kepada hamba-hamba-Nya yang
shaleh merupakan cara pendekatan yang paling baik kepada Allah
SWT; walaupun tidak disertai dengan tambahan shalat, puasa dan
shadaqah.

Hal ini tidak lain adalah karena cinta yang murni merupakan
salah satu amalan hati, yang memiliki kedudukan tinggi di sisi
Allah SWT.

Atas dasar itulah beberapa ulama besar berkata,

"Aku cinta kepada orang-orang shaleh walaupun aku tidak
termasuk golongan mereka."

"Aku berharap hahwa aku bisa mendapatkan syafaat (ilmu,
dan kebaikan) dari mereka."

"Aku tidak suka terhadap barang-barang maksiat, walaupun
aku sama maksiatnya dengan barang-barang itu. "

Cinta kepada Allah, benci karena Allah merupakan salah satu
bagian dari iman, dan keduanya merupakan amalan hati manusia.

Dalam sebuah hadits disebutkan,

"Barangsiapa mencintai karena Allah, marah karena Allah,
memberi karena Allah, menahan pemberian karena Allah,
maka dia termasuk orang yang sempurna imannya."41

"Ikatan iman yang paling kuat ialah berwala' karena
Allah, bermusuhan karena Allah, mencintai karena Allah,
dan membenci karena Allah SWT." 42

Oleh sebab itu, kami sangat heran terhadap konsentrasi yang
diberikan oleh sebagian pemeluk agama, khususnya para dai'
yang menganjurkan amalan dan adab sopan santun yang berkaitan
dengan perkara-perkara lahiriah lebih banyak daripada
perkara-perkara batiniah; yang memperhatikan bentuk luar lebih
banyak daripada intinya; misalnya memendekkan pakaian,
memotong kumis dan memanjangkan jenggot, bentuk hijab wanita,
hitungan anak tangga mimbar, cara meletakkan kedua tangan atau
kaki ketika shalat, dan perkara-perkara lain yang berkaitan
dengan bentuk luar lebih banyak daripada yang berkaitan dengan
inti dan ruhnya. Perkara-perkara ini, bagaimanapun, tidak
begitu diberi prioritas dalam agama ini.

Saya sendiri memperhatikan --dengan amat menyayangkan-- bahwa
banyak sekali orang-orang yang menekankan kepada bentuk
lahiriah ini dan hal-hal yang serupa dengannya --Saya tidak
berkata mereka semuanya-- mereka begitu mementingkan hal
tersebut dan melupakan hal-hal lain yang jauh lebih penting
dan lebih dahsyat pengaruhnya. Seperti berbuat baik kepada
kedua orangtua, silaturahim, menyampaikan amanat, memelihara
hak orang lain, bekerja yang baik, dan memberikan hak kepada
orang yang harus memilikinya, kasih-sayang terhadap makhluk
Allah, apalagi terhadap yang lemah, menjauhi hal-hal yang
jelas diharamkan, dan lain-lain sebagaimana dijelaskan oleh
Allah SWT kepada orang-orang yang beriman di dalam kitab-Nya,
di awal surah al-Anfal, awal surah al-Mu'minun, akhir surah
al-Furqan, dan lain-lain.

Saya tertarik dengan perkataan yang diucapkan oleh saudara
kita, seorang dai' Muslim, Dr. Hassan Hathout yang tinggal di
Amerika, yang sangat tidak suka kepada sebagian saudara kita
yang begitu ketat dan kaku dalam menerapkan hukum Islam yang
berkaitan dengan daging halal yang telah disembelih menurut
aturan syariat. Mereka begitu ketat meneliti daging-daging
tersebut apakah ada kemungkinan bahwa daging tersebut
tercampur dengan daging atau lemak babi, walaupun
persentasenya hanya sebesar satu persen, atau seperseribunya;
tetapi dalam masa yang sama dia tidak memperhatikan bahwa dia
memakan bangkai saudaranya setiap hari beberapa kali (dengan
fitnah dan mengumpat/ghibah), sehingga saudaranya dapat
menjadi sasaran syubhat dan tuduhan, atau dia sendiri yang
menciptakan tuduhan-tuduhan tersebut.

Catatan kaki:

32 Muttafaq Alaih dari Umar (al-Lu'lu' wa al-Marjan, 1245),
hadits pertama yang dimuat dalam Shahih al-Bukhari

33 Diriwayatkan oleh Nasai dari Abu Umamah, dan dihasankan
olehnya dalam Shahih al-Jami' as-Shaghir(1856)

34 Muslim meriwayatkannya dari Abu Hurairah r.a. dengan lafal
hadits yang pertama, sedangkan lafal yang lainnya diriwayatkan
oleh Ibn Majah.

35 Muttafaq 'Alaih, dari Nu'man bin Basyir, yang merupakan
bagian daripada hadits, "Yang halal itu jelas, dan yang haram
itu juga jelas" (Lihat al-Lu'lu' wa al-Marjan, 1028)

36 Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah r.a. (2564)

37 Muttafaq 'Alaih dari Anas (al-Lu'lu'wa al-Marjan, 26)

38 Muttafaq 'Alaih dari Anas (al-Lu'lu' wa al-Marjan, 27)

39 Muttafaq 'Alaih dari Anas (al-Lu'lu' wa al-Marjan, 1693)

40 Muttafaq 'Alaih dari Anas (al-Lu'lu' wa al- Marjan, 1694)

41 Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab al-Sunnah dari Abu
Umamah (4681), dan dalam al-Jami' as-Shaghir riwayat ini
dinisbatkan kepada Dhiya' (Shahih al-Jami' as-Shaghir, 5965)

42 Diriwayatkan oleh al-Thayalisi, Hakim, dan Thabrani dalam
al-Kabir, dan al-Awsath dari Ibn Mas'ud, Ahmad, dan Ibn Abi
Syaibah dari Barra" dan juga diriwayatkan oleh Thabrani dari
Ibn ,Abbas (Shahih al-Jami' as-Shaghir, 2539)

------------------------------------------------------
FIQH PRIORITAS
Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah
Dr. Yusuf Al Qardhawy
Robbani Press, Jakarta